Al-Quran Berbicara Tentang Bumi
Lapisan Atmosfir
Bumi memiliki seluruh sifat yang diperlukan bagi kehidupan. Salah
satunya adalah keberadaan atmosfir, yang berfungsi sebagai lapisan
pelindung yang melindungi makhluk hidup. Adalah fakta yang kini telah
diterima bahwa atmosfir terdiri dari lapisan-lapisan berbeda yang
tersusun secara berlapis, satu di atas yang lain. Persis sebagaimana
dipaparkan dalam Al Qur’an, atmosfir terdiri dari tujuh lapisan. Ini
pastilah salah satu keajaiban Al Qur’an.
|
Satu fakta tentang alam semesta sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur’an adalah bahwa langit terdiri atas tujuh lapis.
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu
dan Dia berkehendak menuju langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit.
Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Al Qur’an, 2:29)
“Kemudian Dia menuju langit, dan langit itu masih merupakan asap.
Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan
pada tiap-tiap langit urusannya.” (Al Qur’an, 41:11-12)
Kata “langit”, yang kerap kali muncul di banyak ayat dalam Al Qur’an,
digunakan untuk mengacu pada “langit” bumi dan juga keseluruhan alam
semesta. Dengan makna kata seperti ini, terlihat bahwa langit bumi atau
atmosfer terdiri dari tujuh lapisan.
Saat ini benar-benar diketahui bahwa atmosfir bumi terdiri atas
lapisan-lapisan yang berbeda yang saling bertumpukan. Lebih dari itu,
persis sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur’an, atmosfer terdiri atas
tujuh lapisan. Dalam sumber ilmiah, hal tersebut diuraikan sebagai
berikut:
Para ilmuwan menemukan bahwa atmosfer terdiri diri beberapa lapisan.
Lapisan-lapisan tersebut berbeda dalam ciri-ciri fisik, seperti
tekanan dan jenis gasnya. Lapisan atmosfer yang terdekat dengan bumi
disebut TROPOSFER. Ia membentuk sekitar 90% dari keseluruhan massa
atmosfer. Lapisan di atas troposfer disebut STRATOSFER. LAPISAN OZON
adalah bagian dari stratosfer di mana terjadi penyerapan sinar
ultraviolet. Lapisan di atas stratosfer disebut MESOSFER. . TERMOSFER
berada di atas mesosfer. Gas-gas terionisasi membentuk suatu lapisan
dalam termosfer yang disebut IONOSFER. Bagian terluar atmosfer bumi
membentang dari sekitar 480 km hingga 960 km. Bagian ini dinamakan
EKSOSFER. .
(Carolyn Sheets, Robert Gardner, Samuel F. Howe; General
Science, Allyn and Bacon Inc. Newton, Massachusetts, 1985,
s. 319-322)
Jika kita hitung jumlah lapisan yang dinyatakan dalam sumber ilmiah
tersebut, kita ketahui bahwa atmosfer tepat terdiri atas tujuh lapis,
seperti dinyatakan dalam ayat tersebut.
1. Troposfer
2. Stratosfer
3. Ozonosfer
4. Mesosfer
5. Termosfer
6. Ionosfer
7. Eksosfer
Keajaiban penting lain dalam hal ini disebutkan dalam surat
Fushshilat ayat ke-12, “… Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit
urusannya.” Dengan kata lain, Allah dalam ayat ini menyatakan bahwa
Dia memberikan kepada setiap langit tugas atau fungsinya masing-masing.
Sebagaimana dapat dipahami, tiap-tiap lapisan atmosfir ini memiliki
fungsi penting yang bermanfaat bagi kehidupan umat manusia dan seluruh
makhluk hidup lain di Bumi. Setiap lapisan memiliki fungsi khusus,
dari pembentukan hujan hingga perlindungan terhadap radiasi sinar-sinar
berbahaya; dari pemantulan gelombang radio hingga perlindungan
terhadap dampak meteor yang berbahaya.
Salah satu fungsi ini, misalnya, dinyatakan dalam sebuah sumber ilmiah sebagaimana berikut:
Atmosfir bumi memiliki 7 lapisan. Lapisan terendah dinamakan troposfir. Hujan, salju, dan angin hanya terjadi pada troposfir.
(
http://muttley.ucdavis.edu/Book/Atmosphere/beginner/layers-01.html)
Adalah sebuah keajaiban besar bahwa fakta-fakta ini, yang tak mungkin
ditemukan tanpa teknologi canggih abad ke-20, secara jelas dinyatakan
oleh Al Qur’an 1.400 tahun yang lalu.
Fungsi Gunung
Dengan perpanjangannya yang menghujam jauh
ke dalam maupun ke atas permukaan bumi, gunung-gunung
menggenggam lempengan-lempengan kerak bumi yang berbeda,
layaknya pasak. Kerak bumi terdiri atas
lempengan-lempengan yang senantiasa dalam
keadaan bergerak. Fungsi pasak dari gunung
ini mencegah guncangan dengan cara memancangkan
kerak bumi yang memiliki struktur sangat mudah bergerak.
|
Al Qur’an mengarahkan perhatian kita pada fungsi geologis penting dari gunung.
“Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung
yang kokoh supaya bumi itu (tidak) goncang bersama mereka…”
(Al Qur’an, 21:31)
Sebagaimana terlihat, dinyatakan dalam ayat tersebut bahwa
gunung-gunung berfungsi mencegah goncangan di permukaan bumi.
Kenyataan ini tidaklah diketahui oleh siapapun di masa ketika
Al Qur’an diturunkan. Nyatanya, hal ini baru saja terungkap
sebagai hasil penemuan geologi modern.
Menurut penemuan ini, gunung-gunung muncul sebagai hasil pergerakan
dan tumbukan dari lempengan-lempengan raksasa yang
membentuk kerak bumi. Ketika dua lempengan
bertumbukan, lempengan yang lebih kuat menyelip di
bawah lempengan yang satunya, sementara yang di atas
melipat dan membentuk dataran tinggi dan gunung.
Lapisan bawah bergerak di bawah permukaan dan membentuk perpanjangan
yang dalam ke bawah. Ini berarti gunung mempunyai bagian
yang menghujam jauh ke bawah yang tak kalah besarnya
dengan yang tampak di permukaan bumi.
Dalam tulisan ilmiah, struktur gunung digambarkan sebagai berikut:
Pada bagian benua yang lebih tebal, seperti pada jajaran pegunungan,
kerak bumi akan terbenam lebih dalam ke dalam lapisan
magma. (General Science, Carolyn Sheets, Robert
Gardner, Samuel F. Howe; Allyn and Bacon Inc. Newton,
Massachusetts, 1985, s. 305)
Dalam sebuah ayat, peran gunung seperti ini diungkapkan melalui sebuah perumpamaan sebagai “pasak”:
“Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai
hamparan?, dan gunung-gunung sebagai pasak?” (Al Qur’an, 78:6-7)
Dengan kata lain, gunung-gunung menggenggam lempengan-lempengan
kerak bumi dengan memanjang ke atas dan ke bawah permukaan
bumi pada titik-titik pertemuan lempengan-lempengan
ini. Dengan cara ini, mereka memancangkan kerak bumi
dan mencegahnya dari terombang-ambing di atas lapisan
magma atau di antara lempengan-lempengannya.
Singkatnya, kita dapat menyamakan gunung dengan paku yang menjadikan
lembaran-lembaran kayu tetap menyatu.
Fungsi pemancangan dari gunung dijelaskan dalam tulisan ilmiah
dengan istilah “isostasi”. Isostasi bermakna sebagai
berikut:
Isostasi: kesetimbangan dalam kerak bumi yang terjaga oleh
aliran materi bebatuan di bawah permukaan akibat tekanan
gravitasi. (Webster’s New Twentieth Century
Dictionary, 2. edition “Isostasy”, New York, s. 975)
Peran penting gunung yang ditemukan oleh ilmu geologi modern
dan penelitian gempa, telah dinyatakan dalam Al Qur’an
berabad-abad lampau sebagai suatu bukti Hikmah Maha
Agung dalam ciptaan Allah.
“Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung
yang kokoh supaya bumi itu (tidak) goncang bersama mereka…”
(Al Qur’an, 21:31)
Angin Mengawinkan
Gambar di atas memperlihatkan tahap-tahap
pembentukan gelombang air. Gelombang air
terbentuk ketika angin meniup permukaan air. Akibat
pengaruh angin ini, pertikel-partikel air mulai bergerak
melingkar. Pergerakan ini kemudian mendorong
terbentuknya gelombang air yang silih
berganti, dan butiran-butiran air kemudian
terbentuk oleh gelombang ini yang kemudian
tersebar dan beterbangan di udara.
|
Dalam sebuah ayat Al Qur’an disebutkan sifat angin yang mengawinkan dan terbentuknya hujan karenanya.
“Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan
dan Kami turunkan hujan dari langit lalu Kami beri minum kamu
dengan air itu dan sekali kali bukanlah kamu yang
menyimpannya.” (Al Qur’an, 15:22)
Dalam ayat ini ditekankan bahwa fase pertama dalam pembentukan
hujan adalah angin. Hingga awal abad ke 20, satu-satunya
hubungan antara angin dan hujan yang diketahui
hanyalah bahwa angin yang menggerakkan awan. Namun
penemuan ilmu meteorologi modern telah menunjukkan
peran “mengawinkan” dari angin dalam pembentukan
hujan.
Fungsi mengawinkan dari angin ini terjadi sebagaimana berikut:
Di atas permukaan laut dan samudera, gelembung udara yang tak
terhitung jumlahnya terbentuk akibat pembentukan buih. Pada
saat gelembung-gelembung ini pecah, ribuan partikel
kecil dengan diameter seperseratus milimeter,
terlempar ke udara. Partikel-partikel ini, yang
dikenal sebagai aerosol, bercampur dengan debu daratan
yang terbawa oleh angin dan selanjutnya terbawa ke lapisan atas
atmosfer. . Partikel-partikel ini dibawa naik lebih tinggi
ke atas oleh angin dan bertemu dengan uap air di
sana. Uap air mengembun di sekitar partikel-partikel
ini dan berubah menjadi butiran-butiran air.
Butiran-butiran air ini mula-mula berkumpul dan
membentuk awan dan kemudian jatuh ke Bumi dalam bentuk hujan.
Sebagaimana terlihat, angin “mengawinkan” uap air yang melayang
di udara dengan partikel-partikel yang di bawanya dari
laut dan akhirnya membantu pembentukan awan hujan.
Apabila angin tidak memiliki sifat ini, butiran-butiran air
di atmosfer bagian atas tidak akan pernah terbentuk dan
hujanpun tidak akan pernah terjadi.
Hal terpenting di sini adalah bahwa peran utama dari angin
dalam pembentukan hujan telah dinyatakan berabad-abad yang lalu
dalam sebuah ayat Al Qur’an, pada saat orang hanya
mengetahui sedikit saja tentang fenomena alam…
Lautan Bercampur Satu Sama Lain
Terdapat gelombang besar, arus kuat, dan gelombang pasang di Laut
Tengah dan Samudra Atlantik. Air Laut Tengah memasuki Samudra Atlantik
melalui selat Jibraltar. Namun suhu, kadar garam, dan kerapatan air
laut di kedua tempat ini tidak berubah karena adanya penghalang yang
memisahkan keduanya.
|
Salah satu di antara sekian sifat lautan yang baru-baru ini ditemukan adalah berkaitan dengan ayat Al Qur’an sebagai berikut:
“Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu,
antara keduanya ada batas yang tak dapat dilampaui oleh masing-masing.”
(Al Qur’an, 55:19-20)
Sifat lautan yang saling bertemu, akan tetapi tidak bercampur satu
sama lain ini telah ditemukan oleh para ahli kelautan baru-baru ini.
Dikarenakan gaya fisika yang dinamakan “tegangan permukaan”, air dari
laut-laut yang saling bersebelahan tidak menyatu. Akibat adanya
perbedaan masa jenis, tegangan permukaan mencegah lautan dari
bercampur satu sama lain, seolah terdapat dinding tipis yang
memisahkan mereka. (Davis, Richard A., Jr. 1972,
Principles of Oceanography, Don Mills, Ontario, Addison-Wesley
Publishing, s. 92-93.)
Sisi menarik dari hal ini adalah bahwa pada masa ketika manusia tidak
memiliki pengetahuan apapun mengenai fisika, tegangan permukaan,
ataupun ilmu kelautan, hal ini dinyatakan dalam Al Qur’an.
Kegelapan dan Gelombang di Dasar Laut
Pengukuran yang dilakukan dengan teknologi masa kini
berhasil mengungkapkan bahwa antara 3 hingga 30% sinar
matahari dipantulkan oleh permukaan laut. Jadi, hampir
semua tujuh warna yang menyusun spektrum
sinar matahari diserap satu demi satu ketika
menembus permukaan lautan hingga kedalaman
200 meter, kecuali sinar biru (lihat gambar
di samping). Di bawah kedalaman 1000 meter, tidak
dijumpai sinar apa pun. (lihat gambar atas). Fakta ilmiah
ini telah disebutkan dalam ayat ke-40 surat An Nuur
sekitar 1400 tahun yang lalu..
|
“Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam,
yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya
(lagi) awan; gelap gulita yang tindih-bertindih, apabila
dia mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat
melihatnya, (dan) barangsiapa yang tiada diberi
cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai
cahaya sedikitpun.” (Al Qur’an, 24:40)
Keadaan umum tentang lautan yang dalam dijelaskan dalam buku berjudul Oceans:
Kegelapan dalam lautan dan samudra yang dalam dijumpai pada
kedalaman 200 meter atau lebih. Pada kedalaman ini, hampir
tidak dijumpai cahaya. Di bawah kedalaman 1000 meter,
tidak terdapat cahaya sama sekali. (Elder, Danny;
and John Pernetta, 1991, Oceans, London, Mitchell
Beazley Publishers, s. 27)
Kini, kita telah mengetahui tentang keadaan umum lautan tersebut,
ciri-ciri makhluk hidup yang ada di dalamnya, kadar
garamnya, serta jumlah air, luas permukaan dan
kedalamannya. Kapal selam dan perangkat khusus yang
dikembangkan menggunakan teknologi modern,
memungkinkan para ilmuwan untuk mendapatkan informasi
ini.
Manusia tak mampu menyelam pada kedalaman di bawah 40 meter
tanpa bantuan peralatan khusus. Mereka tak mampu bertahan
hidup di bagian samudra yang dalam nan gelap, seperti
pada kedalaman 200 meter. Karena alasan inilah, para
ilmuwan hanya baru-baru ini saja mampu menemukan
informasi sangat rinci tersebut tentang kelautan.
Namun, pernyataan “gelap gulita di lautan yang dalam”
digunakan dalam surat An Nuur 1400 tahun lalu. Ini sudah pasti
salah satu keajaiban Al Qur’an, sebab infomasi ini dinyatakan
di saat belum ada perangkat yang memungkinkan
manusia untuk menyelam di kedalaman samudra.
Selain itu, pernyataan di ayat ke-40 surat An Nuur “Atau seperti
gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh
ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya
(lagi) awan…” mengarahkan perhatian kita pada satu keajaiban
Al Qur’an yang lain.
Para ilmuwan baru-baru ini menemukan keberadaan gelombang di
dasar lautan, yang “terjadi pada pertemuan antara
lapisan-lapisan air laut yang memiliki kerapatan atau
massa jenis yang berbeda.” Gelombang yang dinamakan
gelombang internal ini meliputi wilayah perairan di
kedalaman lautan dan samudra dikarenakan pada kedalaman
ini air laut memiliki massa jenis lebih tinggi dibanding lapisan
air di atasnya. Gelombang internal memiliki sifat seperti
gelombang permukaan. Gelombang ini dapat pecah,
persis sebagaimana gelombang permukaan. Gelombang
internal tidak dapat dilihat oleh mata manusia, tapi
keberadaannya dapat dikenali dengan mempelajari suhu
atau perubahan kadar garam di tempat-tempat tertentu. (Gross,
M. Grant; 1993, Oceanography, a View of Earth, 6. edition,
Englewood Cliffs, Prentice-Hall Inc., s. 205)
Pernyataan-pernyataan dalam Al Qur’an benar-benar bersesuaian
dengan penjelasan di atas. Tanpa adanya penelitian,
seseorang hanya mampu melihat gelombang di permukaan
laut. Mustahil seseorang mampu mengamati keberadaan
gelombang internal di dasar laut. Akan tetapi, dalam
surat An Nuur, Allah mengarahkan perhatian kita pada
jenis gelombang yang terdapat di kedalaman samudra.
Sungguh, fakta yang baru saja diketemukan para ilmuwan ini
memperlihatkan sekali lagi bahwa Al Qur’an adalah
kalam Allah.
Kadar Hujan
Fakta lain yang diberikan dalam Al Qur’an mengenai hujan adalah bahwa
hujan diturunkan ke bumi dalam kadar tertentu. Hal ini disebutkan
dalam Surat Az Zukhruf sebagai berikut;
“Dan Yang menurunkan air dari langit menurut kadar (yang diperlukan)
lalu Kami hidupkan dengan air itu negeri yang mati, seperti itulah
kamu akan dikeluarkan (dari dalam kubur).” (Al Qur’an, 43:11)
Kadar dalam hujan ini pun sekali lagi telah ditemukan melalui
penelitian modern. Diperkirakan dalam satu detik, sekitar 16 juta ton
air menguap dari bumi. Angka ini menghasilkan 513 trilyun ton air per
tahun. Angka ini ternyata sama dengan jumlah hujan yang jatuh ke bumi
dalam satu tahun. Hal ini berarti air senantiasa berputar dalam suatu
siklus yang seimbang menurut “ukuran atau kadar” tertentu. Kehidupan
di bumi bergantung pada siklus air ini. Bahkan sekalipun manusia
menggunakan semua teknologi yang ada di dunia ini, mereka tidak akan
mampu membuat siklus seperti ini.
Per tahunnya, air hujan yang menguap dan turun kembali ke Bumi dalam
bentuk hujan berjumlah “tetap”: yakni 513 triliun ton. Jumlah yang
tetap ini dinyatakan dalam Al Qur’an dengan menggunakan istilah
“menurunkan air dari langit menurut kadar”. Tetapnya jumlah ini
sangatlah penting bagi keberlangsungan keseimbangan ekologi dan, tentu
saja, kelangsungan kehidupan ini,..
|
Bahkan satu penyimpangan kecil saja dari jumlah ini akan segera
mengakibatkan ketidakseimbangan ekologi yang mampu mengakhiri
kehidupan di bumi. Namun, hal ini tidak pernah terjadi dan hujan
senantiasa turun setiap tahun dalam jumlah yang benar-benar sama
seperti dinyatakan dalam Al Qur’an.
Pembentukan Hujan
Proses terbentuknya hujan masih merupakan misteri besar bagi
orang-orang dalam waktu yang lama. Baru setelah radar cuaca ditemukan,
bisa didapatkan tahap-tahap pembentukan hujan..
Pembentukan hujan berlangsung dalam tiga tahap. Pertama, “bahan baku”
hujan naik ke udara, lalu awan terbentuk. Akhirnya, curahan hujan
terlihat.
Tahap-tahap ini ditetapkan dengan jelas dalam Al-Qur’an berabad-abad
yang lalu, yang memberikan informasi yang tepat mengenai pembentukan
hujan,
“Dialah Allah Yang mengirimkan angin, lalu angin itu menggerakkan
awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendakiNya,
dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat air hujan keluar
dari celah-celahnya; maka, apabila hujan itu turun mengenai
hamba-hambaNya yang dikehendakiNya, tiba-tiba mereka menjadi gembira”
(Al Qur’an, 30:48)
Gambar di atas memperlihatkan butiran-butiran air yang lepas ke udara.
Ini adalah tahap pertama dalam proses pembentukan hujan. Setelah itu,
butiran-butiran air dalam awan yang baru saja terbentuk akan melayang
di udara untuk kemudian menebal, menjadi jenuh, dan turun sebagai hujan.
Seluruh tahapan ini disebutkan dalam Al Qur’an.
|
Kini, mari kita amati tiga tahap yang disebutkan dalam ayat ini.
TAHAP KE-1: “Dialah Allah Yang mengirimkan angin…”
Gelembung-gelembung udara yang jumlahnya tak terhitung yang dibentuk
dengan pembuihan di lautan, pecah terus-menerus dan menyebabkan
partikel-partikel air tersembur menuju langit. Partikel-partikel ini,
yang kaya akan garam, lalu diangkut oleh angin dan bergerak ke atas di
atmosfir. Partikel-partikel ini, yang disebut aerosol, membentuk awan
dengan mengumpulkan uap air di sekelilingnya, yang naik lagi dari
laut, sebagai titik-titik kecil dengan mekanisme yang disebut “perangkap
air”.
TAHAP KE-2: “…lalu angin itu menggerakkan awan dan
Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan
menjadikannya bergumpal-gumpal…”
Awan-awan terbentuk dari uap air yang mengembun di sekeliling
butir-butir garam atau partikel-partikel debu di udara. Karena air
hujan dalam hal ini sangat kecil (dengan diamter antara 0,01 dan 0,02
mm), awan-awan itu bergantungan di udara dan terbentang di langit.
Jadi, langit ditutupi dengan awan-awan.
TAHAP KE-3: “…lalu kamu lihat air hujan keluar dari celah-celahnya…”
Partikel-partikel air yang mengelilingi butir-butir garam dan
partikel -partikel debu itu mengental dan membentuk air hujan. Jadi,
air hujan ini, yang menjadi lebih berat daripada udara, bertolak dari
awan dan mulai jatuh ke tanah sebagai hujan.
Semua tahap pembentukan hujan telah diceritakan dalam ayat-ayat
Al-Qur’an. Selain itu, tahap-tahap ini dijelaskan dengan urutan yang
benar. Sebagaimana fenomena-fenomena alam lain di bumi, lagi-lagi
Al-Qur’anlah yang menyediakan penjelasan yang paling benar mengenai
fenomena ini dan juga telah mengumumkan fakta-fakta ini kepada
orang-orang pada ribuan tahun sebelum ditemukan oleh ilmu
pengetahuan.
Dalam sebuah ayat, informasi tentang proses pembentukan hujan dijelaskan:
“Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian
mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya
bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari
celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari
langit, (yaitu) dari (gumpalan- gumpalan awan seperti) gunung-gunung,
maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang
dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya.
Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan.” (Al
Qur’an, 24:43)
Para ilmuwan yang mempelajari jenis-jenis awan mendapatkan temuan
yang mengejutkan berkenaan dengan proses pembentukan awan hujan.
Terbentuknya awan hujan yang mengambil bentuk tertentu, terjadi
melalui sistem dan tahapan tertentu pula. Tahap-tahap pembentukan
kumulonimbus, sejenis awan hujan, adalah sebagai berikut:
TAHAP – 1, Pergerakan awan oleh angin: Awan-awan dibawa, dengan kata lain, ditiup oleh angin.
TAHAP – 2, Pembentukan awan yang lebih besar: Kemudian awan-awan kecil (awan kumulus) yang digerakkan angin, saling bergabung dan membentuk awan yang lebih besar.
TAHAP – 3, Pembentukan awan yang bertumpang tindih:
Ketika awan-awan kecil saling bertemu dan bergabung membentuk awan
yang lebih besar, gerakan udara vertikal ke atas terjadi di dalamnya
meningkat. Gerakan udara vertikal ini lebih kuat di bagian tengah
dibandingkan di bagian tepinya. Gerakan udara ini menyebabkan gumpalan
awan tumbuh membesar secara vertikal, sehingga menyebabkan awan saling
bertindih-tindih. Membesarnya awan secara vertikal ini menyebabkan
gumpalan besar awan tersebut mencapai wilayah-wilayah atmosfir yang
bersuhu lebih dingin, di mana butiran-butiran air dan es mulai
terbentuk dan tumbuh semakin membesar. Ketika butiran air dan es ini
telah menjadi berat sehingga tak lagi mampu ditopang oleh hembusan angin
vertikal, mereka mulai lepas dari awan dan jatuh ke bawah sebagai
hujan air, hujan es, dsb. (Anthes, Richard A.; John J. Cahir; Alistair
B. Fraser; and Hans A. Panofsky, 1981, The Atmosphere, s.
269; Millers, Albert; and Jack C. Thompson, 1975, Elements
of Meteorology, s. 141-142)
Kita harus ingat bahwa para ahli meteorologi hanya baru-baru ini saja
mengetahui proses pembentukan awan hujan ini secara rinci, beserta
bentuk dan fungsinya, dengan menggunakan peralatan mutakhir seperti
pesawat terbang, satelit, komputer, dsb. Sungguh jelas bahwa Allah
telah memberitahu kita suatu informasi yang tak mungkin dapat
diketahui 1400 tahun yang lalu.
Pergerakan Gunung
Dalam
sebuah ayat, kita diberitahu bahwa gunung-gunung
tidaklah diam sebagaimana yang tampak, akan tetapi mereka terus-menerus
bergerak.
“Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia
tetap di tempatnya, padahal dia berjalan sebagai jalannya awan.
(Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh
tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan.” (Al Qur’an, 27:88)
Gerakan gunung-gunung ini disebabkan oleh gerakan kerak bumi
tempat mereka berada. Kerak bumi ini seperti mengapung di
atas lapisan magma yang lebih rapat. Pada awal abad
ke-20, untuk pertama kalinya dalam sejarah, seorang
ilmuwan Jerman bernama Alfred Wegener mengemukakan
bahwa benua-benua pada permukaan bumi menyatu pada
masa-masa awal bumi, namun kemudian bergeser ke arah
yang berbeda-beda sehingga terpisah ketika mereka bergerak
saling menjauhi.
Para ahli geologi memahami kebenaran pernyataan Wegener baru
pada tahun 1980, yakni 50 tahun setelah kematiannya.
Sebagaimana pernah dikemukakan oleh Wegener dalam
sebuah tulisan yang terbit tahun 1915, sekitar 500
juta tahun lalu seluruh tanah daratan yang ada di
permukaan bumi awalnya adalah satu kesatuan yang
dinamakan Pangaea. Daratan ini terletak di kutub selatan.
Sekitar 180 juta tahun lalu, Pangaea terbelah menjadi dua bagian
yang masing-masingnya bergerak ke arah yang berbeda.
Salah satu daratan atau benua raksasa ini adalah
Gondwana, yang meliputi Afrika, Australia, Antartika
dan India. Benua raksasa kedua adalah Laurasia, yang
terdiri dari Eropa, Amerika Utara dan Asia, kecuali
India. Selama 150 tahun setelah pemisahan ini,
Gondwana dan Laurasia terbagi menjadi daratan-daratan yang lebih
kecil.
Benua-benua yang terbentuk menyusul terbelahnya Pangaea telah
bergerak pada permukaan Bumi secara terus-menerus sejauh
beberapa sentimeter per tahun. Peristiwa ini juga
menyebabkan perubahan perbandingan luas antara
wilayah daratan dan lautan di Bumi.
Pergerakan kerak Bumi ini diketemukan setelah penelitian geologi
yang dilakukan di awal abad ke-20. Para ilmuwan
menjelaskan peristiwa ini sebagaimana berikut:
Kerak dan bagian terluar dari magma, dengan ketebalan sekitar
100 km, terbagi atas lapisan-lapisan yang disebut lempengan.
Terdapat enam lempengan utama, dan beberapa
lempengan kecil. Menurut teori yang disebut lempeng
tektonik, lempengan-lempengan ini bergerak pada
permukaan bumi, membawa benua dan dasar lautan
bersamanya. Pergerakan benua telah diukur dan berkecepatan 1
hingga 5 cm per tahun. Lempengan-lempengan tersebut
terus-menerus bergerak, dan menghasilkan perubahan
pada geografi bumi secara perlahan. Setiap tahun,
misalnya, Samudera Atlantic menjadi sedikit lebih
lebar. (Carolyn Sheets, Robert Gardner, Samuel F.
Howe; General Science, Allyn and Bacon Inc. Newton,
Massachusetts, 1985, s. 30)
Ada hal sangat penting yang perlu dikemukakan di sini: dalam
ayat tersebut Allah telah menyebut tentang gerakan gunung
sebagaimana mengapungnya perjalanan awan. (Kini,
Ilmuwan modern juga menggunakan istilah “continental
drift” atau “gerakan mengapung dari benua” untuk
gerakan ini. (National Geographic Society, Powers of
Nature, Washington D.C., 1978, s.12-13)
Tidak dipertanyakan lagi, adalah salah satu kejaiban Al Qur’an
bahwa fakta ilmiah ini, yang baru-baru saja ditemukan oleh
para ilmuwan, telah dinyatakan dalam Al Qur’an.